Tepatnya Senin, 24 September 2007. Di Masjid Manar Al ‘Ilmi ITS
Ustad. Abdullah Azzam mengisi khutbah menjelang terawih, Temanya tentang :
Syahadat
Awalnya beliau cerita nih, tentang tamsil burung beo peliharaan pak kyai. Konon beo ini selalu diajari pak kyai kalimat toyyibah, terutama kalimat tahlil (= laa ilaha illa-Llah). Santri beliau-pun ikut senang melihat pak kyai ceria dengan burung kesayangannya. Suatu ketika, ada kucing yang berusaha memakan burung beo tersebut di depan mata pak kyai, hingga burung itupun mati sambil berkoak, “ciet...ciet....” (tanda sakartul maut). Yang namanya burung kesayangan, pastinya gundah dan sedih toh! Santrinya-pun ikutan sedih melihat kyainya sedang berduka cita, seraya berkata:
“Pak kyai, ntar kita belikan deh burung yang baru.”
Pak kyai-pun melarang santrinya membelikan burung yang baru, seraya berkata,
“Yang membuat saya sedih bukan burungnya...”
“Lantas apa pak kyai?”tanya salah satu santrinya. Beliau menjawab,
“Burung itu sudah lama saya ajari kalimat toyyibah, setiap waktu selalu disebut kalimat toyyibah. Tapi, waktu matinya satu kalimatpun tidak disebutnya.”
“Lantas?”tanya santri.
“Saya hanya merasa takut pada diri sendiri dan kalian semua, jangan-jangan saat meninggal kelak kita juga dalam keadaan seperti burung beo itu.”kata pak kyai.
“Sekarang saja kita ber-Islam, membaca kalimat toyyibah tanpa salah. Tetapi, apakah ada jaminan bila saat sakaratul maut nanti akan terucap kalimat ‘kunci pintu surga’ itu?”lanjut pak kyai.
Para santri pak kyai-pun mulai mengerti dan merenungi kejadian tersebut.
Resiko, konsekwensi dan kompensasi mengucapkan dua kalimat syahadat luar biasa. Yang jelas untuk kebaikan kita juga sebenernya, dunia akherat bagi yang mengetahui. Saya ga’ panjang lebar masalah ini, soal-e belum lengkap referensi dasarnya.
Jarang lho materi syahadat itu... seingat saya dulu waktu sekolah dulu aja yang diajarkan pertama kali di ke-Islamannya kalo ga’ salah masalah toharoh (bersuci), walaupun masalah syahadat juga diberikan. Padahal materi mengenalkan anak di awal dengan Tuhannya itu sangat perlu, sebagai pondasi berniat, berlisan, berpikir, dan bertindak.
Btw Friend, ke-islaman kita bukan ditentukan saat sekarang. Penentu ke-islaman kita adalah ending position – saat sakaratul maut, konon dalam dunia gha’ib yang namanya malaikat dengan bisikan positifnya ama setan dengan bisikan negatifnya ada di dekat kita. Bisikan negatif setan yang saya maksud penuh tipu daya, sehingga akan kelihatan indah jika mendengar sekilas. Kira-kira kita pilih yang mana ya?suatu renungan untuk kita. Hal ini mengapa jika kita mengetahui ada yang sakaratul maut, sebagai orang islam kita hendaknya langsung membantunya mengucapkan dua kalimat syahadat (istilahnya di-talkin). Adapun kalimat toyyibah dan dua kalimat syahadat yang sudah terpatri di dalam hatinya, fa insyaAllah akan dipermudah mengucapkannya saat sakaratul maut. Ada juga do’anya untuk di selamatkan melewati fase sakaratul maut ini, cuma saya lupa. Ada yang inget? (bls) Inget mati jadi ngeri pak... sudah siapkah kita?sekali lagi, ini merupakan renungan bagi kita untuk terus memperbaiki diri.
Semoga bermanfaat.
Kurang dari saya, lebih dari Allah
Billah taufik, hidayah
Abdurrahman bin Auf